Ini cerita tentang Pardi. Orang kampung pojok yang ingin menonjol secara pergaulan dan terkenal seantero tongkrongan. Juga tentang negeri tetangga sebelah yang masih satu rumpun dengan kita : Malaysia!
Sebenarnya saya sendiri agak kurang yakin siapa yang 'pingin' saya ceritain tapi kalau memakai perspektif klirumologi ala Jaya Suprana ada persamaan diantara kekeliruan mereka seperti juga ada kekeliruan pada persamaan mereka.
Bila anda semakin bingung saya jamin anda tidak memerlukan kertas selembar untuk mengerti persamaan mereka yang bukan 2a + b = c.
Kita mulai dari Pardi. Ia hanya orang biasa yang baru saja menyadari eksistensinya sebagai lelaki. Tiba-tiba ia ingin diakui dalam pergaulan seperti evolusi manusia dari membawa kapak batu lalu loncat memakai 'blackberry' untuk update fb. Semuanya berawal dari sobekan majalah pria berjudul 'GQ' yang ia temukan sebagai pembungkus cabe.
Pardi mempunyai cita-cita yang kompleks dan berkembang. Sewaktu kecil ia menyederhanakan cita-citanya menjadi dokter atau insinyur saja. Namun karena gurunya hanya bisa membimbingnya menggambar dua gunung dan sebuah jalan raya ditengah persawahan ia membuang jauh cita-citanya.
Memasuki SMP teman-temannya mulai menyodorinya dengan sebuah 'kitab' baru berjudul ani arrow atau black horse. konteksnya meluas ketika kampungnya dimasuki cakram ajaib berjudul 'Vivid Film'.
Semenjak itu cita-citanya menjadi simpel namun fantastis: menjadi pembersih kolam dirumah tante-tante kaya.
Namun cita-cita inipun tidak kesampain. Selepas SMA ia menyadari bahwa lapangan pekerjaan tidak sebanyak jumlah pencari kerja atau dapat ditulis dengan rumus persamaan: Pengangguran lebih besar daripada Iklan dikompas sabtu. Pardi akhirnya mulai minder dan berkecil hati.
Tapi alih-alih bersembunyi dan mengurung diri Ia mendapatkan 'pencerahan' untuk menjadi yang paling menonjol diantara yang lain. Caranya? tentu saja dengan meng klaim kelebihan dan keunggulan orang lain sebelum orang itu menyadarinya.
Ketika si mamat yang mempunyai kelebihan memainkan angklung dan berniat mengamen di lorong pasar baru ia meng klaim bahwa angklung telah menjadi musik warisan keluarganya turun temurun.
Ketika matius baru saja tiba di pos hansip selesai mandi sore Pardi langsung angkat gitar nyanyi lagu 'rasa sayange' dengan memakai kunci asal C Aminor Dminor ke G. Ia meng klaim lagu 'rasa sayange' telah menjadi lagu nina bobo dari neneknya.
Pardi pun semakin asal. Ia memakai pernak-pernik Dayak seperti gelang dan anting gigi macan berbahan akrilik dengan klaim menjaga keselamatan sejak baheula.
Bahkan tidak tanggung-tanggung untuk memeriahkan tujuh belasan tahun ini dikampungnya ia sengaja mengirim Ujang dan Kinoy kekampung sebelah untuk membuat kerusuhan dan tawuran.
sehingga 'cespleng' ketika kepala kampung mengajukan izin acara dangdutan kepada polsek, polres acc kodim hanya kampungya Pardi yang diluluskan.
Pardi memang jenius walaupun hingga kini tidak mempunyai pekerjaan tetap dan masih disokong orang tuanya ia berani mengajukan diri menjadi ketua paguyuban forum persemakmuran kelompok pardi. Tentu saja dengan moto yang mentereng pada spanduknya: Trully Pardi!
Dan pabila anda akhirnya bingung kemana cerita tentang negeri satu rumpunnya, 'copy-paste' saja 'notes' saya ini ke teman-teman terdekat anda. Siapa tahu teman anda lebih tahu jawabannya.
Salam
- Pardi Obsever-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar