Minggu, 21 November 2010

Renungan Saung - Fragile

-dibuat pada hari terjadinya bom mega kuningan-


On and on the rain will say
How fragile we are..
(Sting - Fragile)

Sejarah selalu berulang, pertama sebagai tragedi dan kedua menjadi komedi kata Karl Marx lebih seabad yang lalu.. kini teror terulang.. nyawa tercabut sia-sia.. orang tak berdosa yang taktahu apa-apa..

Teror sebuah kegiatan setua perdaban manusia itu sendiri kata sejarahwan.. konon ketika beberapa orang dengan pandangan permisif yang sama berkumpul mereka langsung mempunyai satu kalimat pemersatu: balas dendam.
entah kepada siapa? dan mengapa?
rasa ketidak adilan dan tanpa harapan membuat beberapa mengambil jalan pintas yang anti sosial..
tak menyadari bahwa orang lain pun -- korban mereka -- mungkin juga mengalami perasaaan rapuh yang sama..
mungkin diantara korban sebenarnya juga mengalami perasaan ketidak adilan dan hampir tanpa harapan..
siapa yang tahu ditengah persaingan yang ketat kita semua dapat mengalami dan merasakan hal yang sama..
lalu mengapa harus kami yang menjadi korban?

Sebuah pertanyaan yang harusnya dijawab oleh pelaku teror namun tak akan dijawab oleh mereka..
karena sifat pengecut yang mereka punya membuat mereka hanya berani berlindung dibalik bayangan balas dendam dan tak pernah mengakui perbuatan terkutuk mereka..

Pada akhirnya aku hanya berdiri termangu malam itu didepan mega kuningan.. memandangi garis kuning polisi yang melintang menutupi jalan.. sampai berapa lama kita harus menjadi korban perbuatan beberapa orang yang sebenarnya mengalami hal yang sama dengan kita...
sampai berapa lama kita harus menunggu mereka tersadar bahwa bukan kita sasaran mereka..
berapa lama kita harus menunggu bukan nyawa kita yang harus mereka ambil sia-sia..
mungkin masih lama..
kenapa?
karena sifat teroris yang tak pernah mau keluar dan membicarakan solusinya bersama..
mereka selalu menjadi pengecut..
yang buta hati nuraninya..

Seolah aku mendengar bisikan Mikhail Bakunin --salah satu pencipta ideologi anarki dan teror-- mengulang mantra ajaibnya.. "menghancurkan tatanan masyarakat sama pentingnya dengan membangun tatanan baru"

bila tatanan yang kita jalani selama ini ternyata masih menyisakan ketidak adilan bagi segelintir orang mengapa tidak membiarkan masyarakat memperbaiki melalui proses?
bahkan walaupun ketidak adilan itu datang terulang kali mengapa tidak mendiskusikannya bersama dan biarkan kemanusiaan belajar melalui waktu..
mengapa harus nyawa orang tak berdosa yang dibunuh?
mengapa?
mengapa?

kembali pertanyaanku hilang ditelan angin malam.. jakarta menjadi begitu sepi jumat malam itu.. 
menyadarkanku betapa rapuh dan kesepiannya kita sebagai warga jakarta ditengah keramaian dan segala fasilitas metropolitan yang kita dapat...
betapa terasingnya sebuah individu diantara berbagai pilihan yang dimiliki kota ini...

dan ternyata kita terasing karena sifat tidak perduli kita selama ini..
sifat tidak perduli terhadap kemiskinan dan keterpurukan beberapa warga jakarta lain..
sifat tidak perduli terhadap korupsi dan manipulasi yang terjadi setiap hari..
sebuah sisi yang selalu dikeluhkan para pelaku teror..
sebuah sisi gelap yang menjadi alasan perasaan ketidakadilan para teroris..

aku harap kita tidak muluk-muluk lagi mencoba membangun sebuah tatanan masyarakat baru seperti impian para ideologis.. atau kita menjadi ekstrim mencoba menghancurkan tantanan yang ada..
yang kita perlukan hanyalah lebih banyak keperdulian terhadap sesama dan isu-isu masyarakat..
kesadaran bahwa proses masih berlanjut dan kerja terus dibutuhkan..
ketidak adilan musuh bersama dan korupsi harga mati untuk dienyahkan..

terakhir.. selalu ingat..
betapa rapuhnya kita..
berikan kesempatan kita menyusun keping ini hingga selesai dengan baik...


semoga ini yang terakhir..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar